Kehadiran pasukan Sekutu yang membawa orang-orang NICA pada tanggal 29 September 1945 sangat mencemaskan rakyat dan pemerintah RI. Keadaan ini semakin memanas ketika NICA mempersenjatai kembali bekas KNIL yang baru dilepaskan dari tahanan Jepang.
Para pejabat Republik Indonesia yang menerima kedatangan pasukan ini karena menghormati tugas. Mereka menjadi sasaran teror dan percobaan pembunuhan.
Oleh karena itu sikap pasukan Sekutu yang tidak menghormati kedaulatan negara dan bangsa Indonesia ini dihadapi dengan kekuatan senjata, oleh rakyat dan pemerintah.
Di beberapa daerah muncul perjuangan untuk mempertahankan kemerdekaan sebagai berikut.
Brigade ini merupakan bagian dari Divisi India ke-23, dibawah pimpinan Jenderal D.C. Hawthorn. Mereka mendapat tugas melucuti tentara Jepang dan menyelamatkan tawanan Sekutu.
Pasukan ini berkekuatan 6000 personil di mana perwira-perwiranya kebanyakan orang-orang Inggris dan prajuritnya orang-orang Gurkha dari Nepal yang telah berpengalaman perang.
Rakyat dan pemerintah Jawa Timur di bawah pimpinan Gubernur R.M.T.A Suryo semula enggan menerima kedatangan Sekutu.
Kemudian antara wakil-wakil pemerintah RI dan Birgjen AW.S. Mallaby mengadakan pertemuan yang menghasilkan kesepakatan sebagai berikut.
Akan tetapi, secara diam-diam mereka diboncengi NICAdan mempersenjatai para bekas tawanan perang di Ambarawa dan Magelang.
Setelah terjadi insiden di Magelang antara TKR dengan tentara Sekutu maka pada tanggal 2 November 1945 Presiden Soekarno dan Brig.Jend. Bethel mengadakan perundingan gencatan senjata.
Ia ditugaskan oleh pemerintah untuk menegakkan kedaulatan Republik Indonesia di Sumatera dengan membentuk Komite Nasional Indonesia di wilayah itu.
Pada tanggal 9 Oktober 1945 pasukan Sekutu mendarat di Sumatera Utara di bawah pimpinan Brigadir Jenderal T.E.D. Kelly. Serdadu Belanda dan NICA ikut membonceng pasukan ini yang dipersiapkan mengambil alih pemerintahan.
Pasukan Sekutu membebaskan para tawanan atas persetujuan Gubernur Teuku M. Hassan. Para bekas tawanan ini bersikap congkak sehingga menyebabkan terjadinya insiden di beberapa tempat.
Achmad Tahir, seorang bekas perwira tentara Sukarela memelopori terbentuknya TKR Sumatra Tirnur. Pada tanggal l0 Oktober 1945.
Di samping TKR, di Sumatera Timur terbentuk Badan-badan perjuangan dan laskar-laskar partai. Pada tanggal 18 Oktober 1945 Brigadir Jenderal T.E.D. Kelly memberikan ultimatum kepada pemuda Medan agar menyerahkan senjatanya.
Aksi-aksi teror mulai dilakukan oleh Sekutu dan NICA. Pada tanggal 1 Desember 1945 Sekutu memasang papan-papan yang bertuliskan Fixed Boundaries Medan Area di berbagai sudut pinggiran kota Medan.
Baca Juga : Aktivitas Diplomasi Indonesia di Dunia Internasional untuk Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia
Para pejabat Republik Indonesia yang menerima kedatangan pasukan ini karena menghormati tugas. Mereka menjadi sasaran teror dan percobaan pembunuhan.
Oleh karena itu sikap pasukan Sekutu yang tidak menghormati kedaulatan negara dan bangsa Indonesia ini dihadapi dengan kekuatan senjata, oleh rakyat dan pemerintah.
Di beberapa daerah muncul perjuangan untuk mempertahankan kemerdekaan sebagai berikut.
Pertempuran Surabaya
Pada tanggal 25 Oktober 1945 Brigade 49 di bawah pimpinan Brigadir Jenderal A W.S. Mallaby mendarat di pelabuhan Tanjung Perak Surabaya.Brigade ini merupakan bagian dari Divisi India ke-23, dibawah pimpinan Jenderal D.C. Hawthorn. Mereka mendapat tugas melucuti tentara Jepang dan menyelamatkan tawanan Sekutu.
Pasukan ini berkekuatan 6000 personil di mana perwira-perwiranya kebanyakan orang-orang Inggris dan prajuritnya orang-orang Gurkha dari Nepal yang telah berpengalaman perang.
Rakyat dan pemerintah Jawa Timur di bawah pimpinan Gubernur R.M.T.A Suryo semula enggan menerima kedatangan Sekutu.
Kemudian antara wakil-wakil pemerintah RI dan Birgjen AW.S. Mallaby mengadakan pertemuan yang menghasilkan kesepakatan sebagai berikut.
- Inggris berjanji mengikutsertakan Angkatan Perang Belanda.
- Disetujui kerja sama kedua belah pihak untuk menjamin keamanan dan ketenteraman.
- Akan dibentuk kontak biro agar kerja sama berjalan lancar.
- Inggris hanya akan melucuti senjata Jepang.
Pertempuran Ambarawa
Kedatangan Sekutu di Semarang tanggal 20 Oktober 1945 dibawah pimpinan Brigadir lenderal Bethel semula diterima dengan baik oleh rakyat karena akan mengurus tawanan perang.Akan tetapi, secara diam-diam mereka diboncengi NICAdan mempersenjatai para bekas tawanan perang di Ambarawa dan Magelang.
Setelah terjadi insiden di Magelang antara TKR dengan tentara Sekutu maka pada tanggal 2 November 1945 Presiden Soekarno dan Brig.Jend. Bethel mengadakan perundingan gencatan senjata.
3. Pertempuran Medan Area dan Sekitarnya
Berita Proklamasi Kemerdekaan baru sampai di Medan pada tanggal 27 Agustus 1945. Hal ini disebabkan sulitnya komunikasi dan adanya sensor dari tentara Jepang. Berita tersebut dibawa oleh Mr. Teuku M. Hassan yang diangkat menjadi Gubernur Sumatra.Ia ditugaskan oleh pemerintah untuk menegakkan kedaulatan Republik Indonesia di Sumatera dengan membentuk Komite Nasional Indonesia di wilayah itu.
Pada tanggal 9 Oktober 1945 pasukan Sekutu mendarat di Sumatera Utara di bawah pimpinan Brigadir Jenderal T.E.D. Kelly. Serdadu Belanda dan NICA ikut membonceng pasukan ini yang dipersiapkan mengambil alih pemerintahan.
Pasukan Sekutu membebaskan para tawanan atas persetujuan Gubernur Teuku M. Hassan. Para bekas tawanan ini bersikap congkak sehingga menyebabkan terjadinya insiden di beberapa tempat.
Achmad Tahir, seorang bekas perwira tentara Sukarela memelopori terbentuknya TKR Sumatra Tirnur. Pada tanggal l0 Oktober 1945.
Di samping TKR, di Sumatera Timur terbentuk Badan-badan perjuangan dan laskar-laskar partai. Pada tanggal 18 Oktober 1945 Brigadir Jenderal T.E.D. Kelly memberikan ultimatum kepada pemuda Medan agar menyerahkan senjatanya.
Aksi-aksi teror mulai dilakukan oleh Sekutu dan NICA. Pada tanggal 1 Desember 1945 Sekutu memasang papan-papan yang bertuliskan Fixed Boundaries Medan Area di berbagai sudut pinggiran kota Medan.
Baca Juga : Aktivitas Diplomasi Indonesia di Dunia Internasional untuk Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia